Kemunculan Raja Nansarunai dalam Pusaran Ibu Kota Negara

Authors

  • Hadi Miter STT GKE Banjarmasin
  • Kinurung Maleh Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan Evangelis
  • Sudianto Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis

DOI:

https://doi.org/10.59002/jtp.v3i1.38

Keywords:

Abriantinus, Raja Nansarunai, Dayak Maanyan, Identitas Sosial, Interaksi Sosial

Abstract

Abstract
The relocation of the Indonesian National Capital to East Kalimantan has proven to be a magnet for many groups to compete to show their existence in various aspects: socioeconomic, ecological, political, and cultural. A successful businessman in East Kalimantan, namely Abriantinus, brought his socio-cultural identity as a Ma'anyan Dayak and confirmed him as King Nansarunai in Betang Sanggu, South Barito. Nansarunai is a name full of history, meaning, and the traditional identity of the Ma’anyan people. With the title of King, Abriantinus hopes to be able to elevate the cultural values and potential of the Dayak people in the new National Capital. This confirmation received responses from various parties. The heads of the three Dayak Maanyan kadamangan agreed that the title of the king could be accepted if it had a socio-cultural nuance rather than being used for political and sovereign interests. The research method used in this paper is a qualitative one to describe each part of the data collected. This type of research is descriptive, with data collection methods including interviews, observation, and literature study.

Keywords: Abriantinus, King Nansarunai, Dayak Ma'anyan, social identity, and social interaction.

Abstrak
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kaltim terbukti menjadi magnet bagi banyak kalangan untuk berlomba menunjukkan eksistensinya dalam berbagai aspek: sosial ekonomi, ekologi, politik dan budaya. Seorang pengusaha sukses di Kalimantan Timur, yaitu Abriantinus membawa identitas sosial budayanya sebagai Dayak Ma'anyan dan mengukuhkannya sebagai Raja Nansarunai di Betang Sanggu - Barito Selatan. Nansarunai adalah nama yang sarat sejarah dan makna serta identitas tradisional masyarakat Maanyan. Dengan gelar Raja, Abriantinus berharap mampu mengangkat nilai budaya dan potensi masyarakat Dayak di Ibu Kota Negara yang baru. Konfirmasi ini mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Kepala tiga kadamangan Dayak Maanyan berpandangan bahwa gelar raja bisa diterima asalkan bernuansa sosial budaya, bukan untuk kepentingan politik dan kedaulatan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kualitatif untuk mendeskripsikan setiap bagian dari data yang dikumpulkan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan studi pustaka.

Kata kunci: Abriantinus, Raja Nansarunai, Dayak Ma’anyan, Identitas Sosial dan Interaksi Sosial.

References

A.B Hudson. (1967). Padju Epat: The Etnograpy and Social Structure Of A Maanjan Dajak Group In Southestern Borneo. Cornell University.

Anne Schiller. (2007). Activism and Identities in an East Kalimantan Dayak Organization. The Journal of Asian Studies, 66(1), 18–79.

Dahl, O. C. (1951). Malgache et maanjan: une comparaison linguistique. Egede-Instituttet ihovedkommisjon hos Arne Gimnes forlag.

Herbet Blumer. (1969). Symbolic Interactionism: Perspective and Method. University of California Press.

Idwar Saleh. (1975). Agrarian Radicalism and movements of native insurrection in South Kalimantan (1858-1865). Archipel, 9, 137.

J. Danandjaja. (1988). Kebudayaan Penduduk Kalimantan Tengah. In Koentjaraningrat (Ed.), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (p. 120). Djambatan.

Leo Suryadinata dan Evi Nurvidya Arifin. (2003). Indonesia’s Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies.

Malo, B. (2022). PENOBATAN RAJA NANSARUNAI-Dusmala Tak Boleh Ikut Campur Keputusan Tertinggi Adat Dayak Maanyan | Tabengan. https://www.tabengan.co.id/bacaberita/69000/penobatan-raja-nansarunai-dusmala-tak-boleh-ikut-campur-keputusan-tertinggi-adat-dayak-maanyan/

Mijill Dekker, A. J. . (1863). Topographische seluts von Mengkatip en Sihong (Zuider-endoster-Afdeeling von Borneo). Geneeskendig Tijdschrift Voor Nederlandsch-Indie, 10, 551–552.

Moleong, L. J. (2007). Metodologi penelitian kualitatif edisi revisi. Remaja Rosdakarya. http://library.stik-ptik.ac.id

Nanda. (2018). Majalah IM Indonesia: Profil Pemimpin Pembawa Perubahan 2018: BUMD - CEO - PEMIMPIN - PENDIDIK INSPIRATIF. 7 Sky Media, 60–62.

P.Te Watchel. (1888). Erinnerungen Aus Den Ost Und West Dusun Ländern (Borneo), In Besonderem Hinblick Auf Die Animistische Lebensauffassung Der Dajak. Internationales Archiv Für Ethnographie, 11.

Richrd Jenikins. (2004). Social identity. Rotledge Tylor.

Tim Peneliti. (2022a). Wawancara Arlius Agun tanggal 21 Desember di Desa Siong.

Tim Peneliti. (2022b). Wawancara Arun Tundi tanggal 21 Desember 2022.

Tim Peneliti. (2022c). Wawancara Dalios tanggal 21 Desember 2022 di desa Siong.

Tim Peneliti. (2022d). Wawancara dengan Nyupur tanggal 21 Desember 2022 Desa Siong.

Tim Peneliti. (2022e). Wawancara Elitson tanggal 21 Desember 2022 di Desa Dorong.

Tim Peneliti. (2022f). Wawancara tim peneliti dengan Abriantinus Balikpapan 14 Oktober 2022.

Ukur, F. (1974). Ijambe: Upacara Pembakaran Tulang pada Orang Dayak Maanyan. Berita Antropologi, 17, 72.

Wahyudi. (2021). Teori Konflik dan Penerapannya Pada Ilmu-Ilmu Sosial. UMMPress, 2021.

Published

28-02-2023

How to Cite

Miter, H., Maleh, K., & Sudianto. (2023). Kemunculan Raja Nansarunai dalam Pusaran Ibu Kota Negara. Jurnal Teologi Pambelum, 2(2), 155–170. https://doi.org/10.59002/jtp.v3i1.38

Similar Articles

1 2 3 4 > >> 

You may also start an advanced similarity search for this article.